Pertamina Rugi Milyaran Rupiah Biaya Sosialisasi Dua Harga BBM

Stock Out
            Pada sebuah perusahaan, bagian penjualan ibarat para pemain tengah dan depan sebuah kesebelasan sepakbola, yang tugasnya membuat gol, sedangkan bagian penunjang ibarat pemain belakang, harus bermain efisien agar tak kebobolan dan seringkali pemain belakang di era sepakbola modern mampu pula menciptakan gol. Pemain PSSI tahun 1970an, Sutan Harhara, adalah contoh pemain belakang yang sering melakukan overlapping membantu penyerangan, kadang- kadang menciptakan gol.
            Sekian tahun silam seorang manajer penyediaan stok tinta kering mesin fotokopi menghitung bahwa impor sekian bulan ke depan dapat diturunkan, karena stok saat itu dianggap terlalu banyak, ia ingin stok di gudang cukup untuk dua bulan pemakaian saja. Manajer tersebut sedang memerankan fungsinya sebagai back semacam Sutan Harhara. Perlu diketahui bahwa barang tersebut adalah barang impor, yang harus diorder tiga bulan sebelumnya dan sedapat mungkin tak mengubah kuntitas order secara mendadak, karena akan mempengaruhi supply chain system yang terjalin dengan pihak pabrik di luar negeri.
            Suatu hari gudang hampir kehabisan stok, karena adanya kenaikan pemakaian yang tak terduga, jika hanya mengandalkan impor rutin melalui laut sebulan sekali, maka akan terjadi stock out atau kehabisan stok. Demi menjaga kepuasan dan kepercayaan pelanggan akhirnya diputuskan bahwa impor yang seharusnya dikirim melalui laut, sebagian diangkut via udara dan sekaligus dilakukan emergency order atau order tambahan ke pihak pabrik, yang tentu saja bikin kalut perencanaan pihak supplier.
            Keputusan ingin berbuat efisien menjadi tidak efisien, karena salah memperkirakan kebutuhan pelanggan, dan harus mengeluarkan uang ekstra ratusan juta rupiah untuk biaya angkut via udara akibat salah membuat keputusan.

Dua Harga BBM Bersubsidi Batal
            Menteri Pertambangan dan Energi, Jero Wacik, di TV menyatakan bahwa Pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi, harganya di bawah Rp 6500/liter dan yang menarik Menteri Jero Wacik, yang mantan karyawan Astra Group, menyatakan bahwa penetapan harga BBM bersubsidi yang tadinya ada dua harga dibatalkan, akan menjadi satu harga saja. Padahal rencana dua harga BBM bersubsidi sudah diberitakan sebelumnya, walaupun belum diputuskan.
            Pertamina sebagai pembekal BBM di dalam negeri sudah mengantisipasi rencana dua harga BBM bersubsidi dengan membuat spanduk, buku pedoman, brosur bagi SPBU dan sosialisasi lainnya, yang kabarnya menelan biaya milyaran rupiah, tak jelas berapa tepatnya. Saat Menteri Jero Wacik ditanya wartawan, bagaimana dengan biaya milyaran rupiah yang telah dikeluarkan Pertamina untuk menyongsong berlakunya keputusan dua harga BBM bersubsidi, pak Menteri menjawab “Tak apa-apa”.Bagi Pertamina bila benar telah mengeluarkan uang milyaran rupiah dan menjadi mubazir , tetap ‘apa-apa’, walaupun mungkin ‘hanya’ beberapa milyar, yang tak seberapa dibanding pendapatan total Pertamina.

Kenapa bisa salah dalam mengambil keputusan?
            Jika kita simak dari kasus yang pertama, akibat dari kesalahan membuat keputusan perusahaan harus membayar biaya lebih hanya untuk biaya angkut barang yang tak terduga. Dan biaya angkut ini tidaklah sedikit sehingga membutuhkan usaha ekstra lagi untuk memenuhi persediaan gudang. Padahal hal ini bisa diminimalisir dengan membuat perencanaan awal yang lebih matang dan tidak mengandalkan pada satu keputusan saja.  
            Sedangkan pada kasus kedua, Pertamina sebagai perusahaan kemungkinan besar harus menanggung biaya milyaran rupiah hanya untuk persiapan pemberlakuan dua harga baru BBM bersubsidi, yang ternyata rencana ini dibatalkan dan hanya memberlakukan satu harga BBM bersubsidi.
            Dari sudut pandang ekonomi, dua contoh kasus salah pengambilan keputusan di atas mengakibatkan pengeluaran biaya tak sedikit yang seharusnya dapat digunakan untuk aktivitas lain dalam perusahaan.


Sumber :

Komentar

Postingan populer dari blog ini